Taubat (Tobat) menurut kamus besar
bahasa Indonesia adalah sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yang salah
atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan. Jika seseorang telah sadar dan sudah merasa bersalah karena telah melakukan perbuatan
dosa atau kejahatan dan kemaksiatan, kemudian ia menyesal dan berniat tidak akan
mengulangi serta akan memperbaiki kesalahannya itu, maka orang tersebut sedang
menjalani proses taubat. Kelalaian dan kealfaan adalah salah satu
sifat manusia yang oleh karena sifat tersebut kadang membuat orang melakukan
kesalahan dan berbuat dosa. Namun demikian Allah Ta'ala sesungguhnya Maha
Pengampun, maka bagi orang-orang yang menyadari atas kesalahan dan dosa yang
telah diperbuatnya kemudian orang itu bertaubat, maka Allah SWT pasti akan
mengampuni dan menerima taubatnya.
Firman Allah dalam al-Qur’an, yang artinya: "Dan
bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mu'min, supaya
engkau semua memperoleh kebahagiaan." (QS. an-Nur: 31). Pada ayat lain
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun
bagi orang-orang yang bertaubat." (QS. al Isra: 25)
Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy'ari
ra.,
dari Nabi sa.w, bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu membeberkan
tanganNya -yakni kerahmatanNya- di waktu malam untuk menerima taubatnya orang
yang berbuat kesalahan di waktu siang dan juga membeberkan tanganNya di waktu siang
untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu malam. Demikian
ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah barat -yakni di saat
hampir tibanya hari kiamat, karena setelah ini terjadi, tidak diterima lagi
taubatnya seorang." (HR: Muslim)
Mengerjakan taubat menurut pendapat para
alim-ulama sebagaimana tertulis didalam Kitab Riyadhus Shalihin, karya Imam
Nawawi (terjemahan), adalah sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan untuk
mendapatkan ampunan Allah SWT atas perbuatan dosa yang telah dilakukan. Para
alim-ulama berkata: "Mengerjakan taubat itu hukumnya wajib dari segala
macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu terjadiantara seorang hamba dan antara
Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada hubungannya dengan hak seorang manusia yang
lain, maka untuk bertaubat itu harus menetapi tiga macam syarat, yaitu:
- Hendaklah menghentikan sama sekali (seketika itu juga) dari kemaksiatan yang dilakukan,
- Hendaklah merasa menyesal karena telah melakukan kemaksiatan tersebut,
- Berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya.
Jika
salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan, maka
tidak sahlah taubatnya. Apabila kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama
manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, yaitu tiga syarat yang
tersebut di atas dan keempatnya ialah supaya melepaskan tanggungan itu dari hak
kawannya. Maka jika tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu,
maka wajiblah mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan
zina atau yang semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari
orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan
jikalau merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni
pemaafan dari umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya. Seseorang itu
wajiblah bertaubat dari segala macam dosa, tetapi jikalau seseorang itu
bertaubat dari sebagian dosanya, maka taubatnya itupun sah dari dosa yang
dimaksudkan itu, demikian pendapat para alim-ulama yang termasuk golongan ahlul
haq, namun saja dosa-dosa yang lain-lainnya masih tetap ada dan tertinggal -
yakni belum lagi ditaubati.
Hikmah yang dapat kita pelajari berdasarkan Firman Allah Ta'ala dan Hadist Nabi
saw, serta pendapat para ulama sebagaimana tersebut diatas, adalah bahwa taubat bagi sesorang yang telah berbuat dosa atau kemaksiatan merupakan sesuatu yang wajib dilaksanakan. Dan atas pelaksanaanya tersebut Allah pasti akan mengampuni dan menerima taubatnya itu. Dengan demikian jangan ada keraguan jika kita ingin bertaubat atas perbuatan dosa yang pernah kita lakukan, sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun bagi orang-rang yang bertaubat. Namun
taubat yang dikehdaki Allah adalah taubatan Nasuha yakni taubat yang sungguh-sungguh dan
sebenar-benarnya taubat dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan dosa atau kemaksiatan yang telah dilakukannya.
Sebuah kisah atau riwayat yang berkaitan dengan diterimanya taubat sesorang yang telah banyak berbuat dosa dengan membunuh banyak orang namun akhirnya Allah mengampuni orang itu dan menerima taubatnya. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu
Said, yaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a., dari Nabi saw., sebagai berikut:
Pada suatu ketika ada seorang penjahat yang
sangat kejam dan telah membunuh sebanyak sembilan puluh sembilan orang. Suatu
saat penjahat itu sadar atas kesalahan dan dosa yang telah ia perbuat dan ingin
memperbaikinya. Dia pun lalu menanyakan tentang orang yang ter-alim dari
penduduk dibumi, kemudian ia ditunjukkan untuk datang pada seorang pendeta.
Lalu iapun mendatangi pendeta tersebut dan selanjutnya berkata bahwa ia telah
membunuh sembilan puluh sembilan orang dan inigin memperbaiki hidupnya, apakah
masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: "Tidak dapat"
kata pendeta, menurutnya ia sudah tidak mungkin lagi diampuni karena dosanya
sudah ‘keterlaluan’. Mendengar jawaban pendeta bahwa ia sudah tidak dapat
diampuni, maka dengan sangat marah penjahat itu mengatakan, “Kalau memang
dosaku sudah tidak bisa diampuni, sekalian saja engaku ku bunuh”, kemudian
pendeta itupun dibunuhnya sekalian. Dengan demikian penjahat itu telah
menyempurnakan jumlah orang yang telah dibunuhnya menjadi seratus orang.
Karena kesungguhan hati yang begitu kuat,
bahwa ia ingin benar-benar ingin menjadi orang baik dengan kata lain taubat,
maka ia pun lalu bertanya lagi tentang orang yang ter-alim dari penduduk
dibumi. Lalu ia ditunjukkan untuk datang pada seorang yang alim dan bijak,
selanjutnya ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia telah membunuh seratus orang,
apakah masih diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: "Ya, masih
dapat.” Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan taubat
itu. Allah Maha Pengampun, maka pasti Allah akan mengampuni setiap orang
yang bertaubat dengan sungguh-sungguh. Pergilah engkau ke suatu negeri
dimana terdapat beberapa kelompok orang yang sama-sama menyembah
Allah Ta'ala. Bergabunglah engaku bersama mereka untuk menyembah Allah
bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke negerimu sebab
negerimu adalah negeri yang buruk penuh dengan kemaksiatan dan kumpulan
orang-orang yang berdosa."
Setelah mendapat petunjuk dari Orang yang
alim tersebut, maka penjahat itupun lalu pergi meninggalkan tanah/negerinya
yang penuh dengan dosa. Namun ketika dalam perjalanannya menuju negeri dimana
ia ingin menjalankan taubat, ketika sampai pada separuh perjalanan,
tiba-tiba ia didatangi oleh kematian, malaikat maut pun mencabut nafs-nya.
Bersamaan dengan kejatuhan jasadnya ke tanah, datanglah malaikat-malaikat
penjaga neraka untuk mengambil nafs-nya. Pada saat yang sama, malaikat-malaikat
penjaga surga pun tiba, juga hendak mengambil nafs-nya. Kemudian
bertengkarlah malaikat kerahmatan dan malaikat siksa untuk mempersoalkan diri
orang tadi, malaikat kerahmatan berkata: "Orang ini telah datang untuk
bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta'ala" dengan tulus.
Malaikat siksa berkata: "Bahwasanya orang ini sama sekali belum pernah
melakukan kebaikan sedikitpun, bahkan telah membunuh sebanyak seratus orang.”
Selanjutnya Allah mengutus malaikat Jibril
as., dalam ujud manusia untuk menjadi hakim mengenai perkara itu. Jibril a.s.
bertanya kepada Allah Ta'ala tentang cara menyelesaikan persoalan ini, karena
kedua belah pihak punya alasan yang kuat. Allah pun menurunkan sebuah alat ukur
dari langit, dan memerintahkannya untuk memberi keputusan berdasarkan jarak
jasad si penjahat pada kedua negeri itu. Jika ia mati dalam kedaan lebih dekat
kepada orang-orang baik, maka nafs-nya akan naik ke surga. Namun jika ia lebih
dekat kepada orang-orang jahat, maka nafs-nya harus masuk neraka. Orang itu
(Jibril a.s.) berkata: "Ukurlah olehmu semua antara dua tempat di
bumi/negeri itu, ke mana ia lebih dekat letaknya, maka orang ini adalah untuknya-
maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi/negeri yang dituju untuk
melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan dan jikalau
lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat siksa." Para
malaikat yakni malikat kerahmatan dan malaikat siksa menyetujui lalu
mengukurnya, kemudian didapatinya bahwa orang tersebut telah lebih dekat kepada
bumi/negeri yang dikehendaki (yakni yang dituju untuk melaksanakan taubatnya).
Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat kerahmatan."
Dalam riwayat lain yang shahih pula
disebutkan: Allah Ta'ala lalu mewahyukan kepada tanah yang ini -tempat asalnya-
supaya engkau menjauh dan kepada tanah yang ini -tempat yang hendak dituju-
supaya engkau mendekat -maksudnya supaya tanah asalnya itu memanjang sehingga
kalau diukur akan menjadi jauh, sedang tanah yang dituju itu menyusut sehingga
kalau diukur menjadi dekat jaraknya. Kemudian firmanNya: "Ukurlah antara
keduanya." Malaikat-malaikat itu mendapatkannya bahwa kepada yang ini -yang
dituju- adalah lebih dekat sejauh sejengkal saja jaraknya. Maka orang itupun
diampunilah dosa-dosanya."