Jika mencari orang
yang mau pinjamkan uang itu sulit, sama halnya dengan mencari orang yang amanat
dalam melunasi utang pun sulit untuk saat ini (bahkan yang kedua ini sulit
banget). Ketika awal meminjam uang, rasa harapnya begitu luar biasa, sangat
mengharap untuk bisa dipinjamkan, sama sms berulang kali.
Sms: Mas, jadi pinjamkan uang gak yang kemarin saya
bicarakan?
Ketika jaminan diserahkan dan uang dipinjamkan, maka sesuai
janji akan dikembalikan bulan ini. Dinanti-nanti sesuai janji, di-sms, bahkan
di-telepon, juga tidak ada balasan. Yang ada cuma kata “maaf”, atau kalau mau
sok arab “afwan, akhi”.
Padahal di awal ketika meminjam, mengharap bukan kepalang.
Namun ketika sudah jatuh tempo, padahal ia orang yang mampu untuk kembalikan,
janji tinggallah janji. Beda halnya kalau memang ia orang yang susah, kita pun
bisa maafkan. Sungguh susah cari orang yang mau amanah dalam masalah utang
untuk saat ini.
Bahaya Berhutang
Untuk setiap orang yang berhutang seharusnya mengingat
bahaya banyak berhutang berikut ini:
1. Akan menyusahkan dirinya di akhirat kelak. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau
satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari
kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.”
(HR. Ibnu Majah no. 2414, shahih).
2. Jiwanya masih menggantung hingga hutangnya lunas. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia
melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078 dan Ibnu Majah no. 2413, shahih).
Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, artinya tidak bisa
kita katakan ia selamat ataukah sengsara sampai dilihat uhtangnya tersebut
lunas ataukah tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142). Asy Syaukani berkata, “Hadits
ini adalah dorongan agar ahli waris segera melunasi hutang si mayit. Hadits ini
sebagai berita bagi mereka bahwa status orang yang berhutang masih menggantung
disebabkan oleh hutangnya sampai hutang tersebut lunas. Ancaman dalam hadits ini
ditujukan bagi orang yang memiliki harta untuk melunasi hutangnya lantas ia
tidak lunasi. Sedangkan orang yang tidak memiliki harta dan sudah bertekad
ingin melunasi hutangnya, maka ia akan mendapat pertolongan Allah untuk
memutihkan hutangnya tadi sebagaimana hal ini diterangkan dalam beberapa
hadits.” (Nailul Author, 6/114). Penjelasan Asy Syaukani menunjukkan ancaman
bagi orang yang mampu melunasi hutang lantas ia tidak amanat. Ia mampu
melunasinya tepat waktu, namun tidak juga dilunasi. Bahkan seringkali
menyusahkan si pemberi hutang. Padahal si kreditur sudah berbaik hati
meminjamkan uang tanpa adanya bunga dan mungkin saja si kreditur butuh jika
hutang tersebut lunas.
3. Diberi status sebagai pencuri jika berniat tidak ingin mengembalikan hutang. Dari Shuhaib
Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa
saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu
Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no.
2410, hasan shahih). Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan
dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana
mereka.” (Faidul Qodir, 3/181)
4. Berhutang sering mengantarkan pada banyak dusta. Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berdo’a di dalam shalat: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami
wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak
hutang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Jika orang yang
berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan
mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589). Al Muhallab
mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya
memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal
ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung
dari hutang dan hutang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.” (Syarh Ibnu
Baththol, 12/37). Realita yang ada itulah sebagai bukti. Orang yang berutang
seringkali berdusta ketika pihak kreditur datang menagih, “Kapan akan
kembalikan utang?” “Besok, bulan depan”, sebagai jawaban. Padahal itu hanyalah
dusta dan ia sendiri enggan melunasinya.
Jika Mampu Mengembalikan Hutang, Segeralah Tunaikan
Jika sudah mengetahui bahaya di atas, maka tentu saja kita
harus bersikap amanat. Jika mampu lunasi hutang, segeralah lunasi. Kita tidak
tahu kapan nafas kita berakhir. Barangkali ketika kita mati, malah
hutang-hutang kita yang sekian banyak belum juga terlunasi. Sungguh nantinya
keadaan seperti ini akan menyusahkan diri kita sendiri. Ingatlah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah
yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Bukhari no. 2393)
Sudah berniat melunasi hutang dan sekeras tenaga berusaha
untuk melunasinya, itu pun sudah termasuk sikap yang baik. Allah akan menolong
orang semacam ini dalam urusannya.
Dulu Maimunah ingin berhutang. Lalu di antara kerabatnya ada
yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari
perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku
mendengar Nabi dan kholil-ku (kekasihku) shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui
bahwa dia berniat ingin melunasi hutang tersebut, maka Allah akan memudahkannya
untuk melunasi hutang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah no. 2399 dan An
Nasai no. 4686, shahih kecuali lafazh “fid dunya” -di dunia-).
Juga terdapat hadits
dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang
berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut
selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR.
Ibnu Majah no. 2400, shahih). Moga pertolongan Allah segera datang jika
kita benar-benar dan berusaha keras melunasi hutang-hutang kita.
Salah Memposisikan Dalil
Sikap orang yang berhutang seharusnya segera melunasi
hutangnya. Jangan malah memiliki sikap sebaliknya, yaitu beranggapan bahwa
pemberi utang yang baik pasti akan memberi tenggang waktu. Barangkali ini dalil
yang sering digunakan adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280). Dalilnya memang
benar, namun salah meletakkan. Dalil ini ditujukan bagi pihak pemberi hutang
agar memiliki sikap yang baik dengan memberi tenggang waktu jika orang yang
berutang berada dalam kesulitan atau bahkan lebih baik memutihkan utang
tersebut. Sehingga dalil di atas bukanlah untuknya. Seharusnya yang jadi dalil
baginya adalah dalil-dalil yang menyebutkan bahaya berhutang sebagaimana
disebutkan di atas. Jadi, janganlah salah memposisikan dalil.
Pikir Matang-Matang Sebelum Berhutang
Jika kita mengingat kembali bahaya berhutang di awal
bahasan, maka sudah seharusnya setiap muslim memikirkan matang-matang sebelum
berhutang. Usaha bisa maju tidak selamanya dengan modal uang. Sudah seringkali
di Majalah Pengusaha Muslim dijelaskan mengenai berbagai usaha dengan modal
minimalis atau bahkan ada yang tanpa modal sama sekali. Ini tentu bisa sebagai
pilihan alternatif. Jadikanlah prinsip, berutang di saat butuh dan merasa mampu
mengembalikan. Sehingga dengan prinsip seperti ini tidak membuat kita sulit di
dunia dan di akhirat kelak.
Ingatlah bahwa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri selalu meminta pada Allah perlindungan dari banyak utang dengan
doanya: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku
berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang) (HR. Bukhari
no. 2397 dan Muslim no. 589). Ibnul Qoyyim berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan
banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat,
sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.” (Al Fawaid, 57)
Wallahu waliyyut taufiq.
Sumber :