2 Mei 2012

Sejarah Hitam Perpecahan Umat Muslim

Banyak sekali faedah yang dapat dipetik dari pembicaraan seputar sejarah perpecahan umat. Berbagai peristiwa yang terjadi di awal Islam tersebut sarat dengan ibrah (pelajaran). Tentunya kami tidak mampu menyuguhkan sejarah perpecahan itu secara terperinci, akan tetapi ada beberapa point yang dapat kita jadikan pelajaran. Sembari meluruskan beberapa persepsi keliru sebagian orang sekitar masalah tersebut dewasa ini. 

Pertama. 

Sumbu perpecahan yang pertama kali muncul hanyalah berupa i'tiqad dan pemikiran yang tidak begitu didengar dan diperhatikan. Yang pertama kali di dengar oleh kaum muslimin dan para sahabat adalah aqidah Saba'iyah yang merupakan cikal bakal aqidah Syi'ah dan Khawarij. Itulah benih awal perpecahan yang ditaburkan di tengah-tengah kaum muslimin. Aqidah ini disebarkan oleh penganutnya secara terselubung nyaris tanpa suara. Orang pertama yang memunculkan juga asing, nama dan identitasnya tidak jelas. Orang menyebutnya Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba'. Ia mengacaukan barisan kaum muslimin dengan aqidah sesat itu. Sehingga aqidah tersebut diyakini kebenarannya oleh sejumlah kaum munafikin, oknum-oknum yang merancang makar jahat terhadap Islam, orang-orang jahil dan pemuda-pemuda ingusan. Begitu pula sekelompok barisan sakit hati yang negeri, agama dan kerajaan mereka telah ditundukkan oleh kaum muslimin, yaitu orang-orang yang baru memeluk Islam dari kalangan bangsa Parsi dan Arab Badui. Mereka membenarkan hasutan-hasutan Ibnu Saba', membuat makar tersembunyi atas kaum muslimin, hingga muncullah cikal bakal Syi'ah dan Khawarij dari mereka. Hal ini ditinjau dari sudut pandang aqidah dan keyakinan sesat yang pertama kali muncul yang menyelisihi asas Islam dan Sunnah.


Adapun kelompok sempalan yang pertama kali muncul yang memisahkan diri dari imam kaum muslimin adalah kelompok Khawarij. Benih-benih Khawarij ini sebenarnya berasal dari aqidah Saba'iyah. Banyak orang yang mengira keduanya berbeda, padahal sebenarnya cikal bakal Khawarij berasal dari pemikiran kotor Saba'iyah. Perlu diketahui bahwa Saba'iyah ini terpecah menjadi dua kelompok utama: Khawarij dan Syi'ah. Kendati antara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang mencolok, namun dasar-dasar pemikirannya setali tiga uang. Baik Khawarij maupun Syi'ah meuncul pada peristiwa fitnah atas diri Amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu. Fitnah diprakarsai oleh Abdullah bin Saba' lewat ide, keyakinan dan gerakannya. Dari situlah muncrat aqidah sesat, yaitu aqidah Syi'ah dan Khawarij.

Perbedaan antara Khawarij dan Syi'ah direkayasa sedemikian rupa oleh tokoh-tokohnya supaya dapat memecah belah umat. Ibnu Saba' dan konco-konconya menabur beragam benih untuk menyuburkan kelompok-kelompok pengikut hawa nafsu itu. Kemudian membuat trik seolah-olah antara kelompok-kelompok itu terjadi permusuhan guna memecah belah umat sebagaimana yang terjadi dewasa ini. Itulah yang diterapkan oleh musuh-musuh Islam untuk mengadu domba kaum muslimin, yakni dengan istilah yang mereka namakan blok kanan dan blok kiri. Mereka mengkotak-kotakan kaum muslimin menjadi berpartai-partai, partai sayap kanan dan partai sayap kiri. Begitu berhasil melaksanakan program, mereka munculkan babak permainan baru dengan istilah sekularisme, fundamentalisme, modernisme, primitif, ekstrimisme, radikalisme dan lain-lain. Semuanya adalah permainan yang sama, dari sumber yang sama pula. Para pencetusnya juga itu-itu juga demikian pula tujuannya, hanya saja corak ragamnya berbeda-beda. Jadi secara keseluruhan ini mencerminkan kuatnya kebatilan, kendati satu sama lain saling bermusuhan.

Kedua. 

Ada satu point penting yang perlu diperhatikan, yakni dalam sejarah tidak kita temui para sahabat saling berpecah belah satu sama lain. Yang terjadi diantara mereka hanyalah perbedaan pendapat yang kadang kala diselesaikan dengan ijma' (kesepakatan), atau salah satu pihak tunduk kepada pendapat jama'ah serta tetap komitment terhadap imam. Itulah yang terjadi dikalangan sahabat. Tidak ada seorang sahabat-pun yang memisahkan diri dari jama'ah. Tidak ada satupun diantara mereka yang melontarkan ucapan bid'ah atau mengada-ada perkara baru dalam agama. Sungguh, para sahabat merupakan imam dalam agama yang mesti diteladani oleh kaum muslimin. Tidak satupun dari kalangan sahabat yang memecah dari jama'ah. Dan tak satupun ucapan mereka yang menjadi sumber bid'ah dan sumber perpecahan. Adapun beberapa ucapan dan kelompok sempalan yang dinisbatkan oleh sejumlah oknum kepada para sahabat adalah tidak benar! Hanyalah dusta dan kebohongan besar yang mereka tujukan terhadap para sahabat. Sangat keliru bila Ali bin Abi Thalib disebut sebagai sumber Syi'ah, Abu Dzar Al-Ghifari sebagai sumber sosialisme, para sahabat Ahlus Suffah sebagai cikal bakal kaum sufi, Mua'wiyah diklaim sebagai sumber Jabariyah, Abu Darda' dituduh sebagai sumber Qadariyah, atau sahabat lain menjadi sumber pemikiran sesat ini dan itu, mengada-adakan bid'ah dan perkara baru, atau punya pendirian yang menyempal! Jelas itu semua merupakan kebatilan murni.

Iftiraq (perpecahan) itu sendiri mulai terjadi setelah Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu terbunuh. Pada masa kekhalifahan Utsman, belum terjadi perpecahan yang serius. Namun ketika meletus fitnah di antara kaum muslimin pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, barulah muncul kelompok Khawarij dan Syi'ah. Sementara pada masa kekhalifahan Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu dan Umar Radhiyallahu 'anhu, bahkan pada masa kekhalifahan Utsman Radhiyallahu 'anhu, belum terjadi sama sekali perpecahan yang sebenarnya. Selanjutnya, para sahabat justru melakukan penentangan terhadap perpecahan yang timbul. Janganlah dikira para sahabat mengabaikan atau tidak tahu menahu tentang fenomena negatif ini. Dan jangan pula disangka mereka kurang tanggap terhadap masalah perpecahan ini, baik seputar masalah pemikiran, keyakinan, pendirian maupun perbuatan. Bahkan mereka tampil terdepan menentang perpecahan dengan gigih. Mereka telah teruji dengan baik dalam sepak terjang menghadapi perpecahan tersebut dengan segala tekad dan kekuatan. Akan tetapi ketentuan Allah pasti terjadi.

Sebab-sebab Timbulnya Perpecahan Umat

Perpecahan umat bukanlah semata-mata takdir dan sunnatullah, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor manusiawi. Adapun faktor-faktor yang dominan menjadi penyebab perpecahan di kalangan umat, antara lain:
  1. Bercampurnya ajaran kesyirikan dan bid’ah dengan ajaran Islam, sehingga sebagian umat Islam tidak mampu membedakan antara ajaran yang murni dengan ajaran yang bathil.
  2. Bodohnya sebagian umat Islam terhadap ajaran Islam yang murni, dan lemahnya semangat mereka untuk mempelajari ajaran Islam secara benar.Kebodohan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya perepecahan. Kebodohan merupakan penyakit akut yang sangat sulit disembuhkan, yang pada waktu bersamaan menciptakan atmosfir-atmosfir perpecahan. Kebodohan yang dimaksud adalah kebodohan dalam bidang agama, baik kebodohan dalam aspek aqidah maupun aspek syari'at. Jahil terhadap sunnah serta kaidah-kaidah dan metodologinya.
  3. Fanatis dan taklid buta terhadap kelompoknya, tokoh dan figur dan lebih senang mengedepankan keinginan hawa nafsu dengan mengorbankan nilai-nilai keimanan.
  4. Mendahulukan akal dan logika belaka daripada kepada nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah.
Kiat Dan Solusi Keluar Dari Perpecahan Umat.
  1. Pemurnian tauhid dan meluruskan aqidah, serta bersihkan kesyirikan, bid’ah, takhayul dan khurafat; karena tidak mungkin kita menyatukan umat dalam satu barisan, sementara masih ada perbedaan yang fundamental dalam masalah aqidah, sebagimana firman Allah yang artinya: "Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka, dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka". [QS. Ar Rum:31, 32].
  2. Persaudaran dan solidaritas yang selalu mengedepankan ilmu dan cinta ulama, sebab ilmu adalah kunci perekat nilai persaudaraan. Semakin tinggi kesadaan ilmu agama seseorang, semakin tinggi ilmu ruhiyah persaudaraan yang ia perjuangkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan pada dirinya, maka ia difahamkan dalam urusan agama". [Muttafaqun’alaih]. 
  3. Mampu menundukkan nafsu dan keinginannya berada dalam kendali sunnah Rasulullah. Beliau bersabda: “Tidaklah beriman diantara kalian, sehingga ia memperturutkan hawa nafsunya (sesuai) dengan apa yang aku bawa dan tidak melenceng darinya”.  
  4. Menanggalkan segala bentuk fanatisme terhadap figur, kelompok dan golongan tertentu, dan hanya fanatis terhadap aqidah Islam, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". 
  5. Memerangi segala bentuk taklid membabi buta yang mengalahkan obyektifitas dalam menerima dalil-dalil kebenaran. Allah berfirman, yang artinya : "Dan janganlah mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya". [QS. al Isra’:36].


Sumber :
http://islam-download.net, Sejarah Hitam Perpecahan Umat, oleh : Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql.
http://almanhaj.or.id, Menggalang Solidaritas Dan Ukhuwah Sejati,  oleh : Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin Syamsuddin.